Senin, 09 Februari 2009

11

Malam terasa sangat panjang dan seram. Terangnya bulan yang muncul dari balik awan pekat hanya menjadi sebuah pertanda kegelapan baru yang menyelimuti bumi. Kota Metropolis tak ubahnya seperti kota mati. Jalan-jalan dipenuhi oleh bangkai mobil dan puing-puing bangunan yang terbakar. Asap hitam dan bau karet yang pekat membuat pemandangan menjadi makin suram. Ledakan keras menggema mengagetkan semua orang yang masih terjaga. Kilatan cahaya terang membutakan mata melesat ke segala arah. Hanya dalam hitungan detik, jalanan yang sudah hancur menjadi makin hancur. Lubang besar berukuran hampir tiga meter tercipta akibat dari ledakan yang baru saja terjadi.

“Mereka sudah datang!!” pekik salah satu dari sedikit tentara penjaga keamanan yang masih tersisa.

Semua mata serentak tertuju ke arah yang ditunjuk. Sosok-sosok bertubuh tinggi besar bermunculan dari balik asap. Berlompatan dengan kelincahan yang mengagumkan untuk ukuran tubuh setinggi dan sebesar itu. Sudah setahun terakhir penduduk bumi tidak pernah merasakan kedamaian bahkan untuk hal yang paling kecil sekalipun. Kata damai seakan sudah terhapus dari kosa kata hampir seluruh umat manusia di bumi. Teror demi teror seolah tidak pernah berhenti menghantui semua orang. Berita orang hilang setiap hari seolah sudah tidak menjadi hal yang bisa dianggap penting lagi. Berita kematian, penculikan dan pembunuhan silih berganti mengganggu pikiran. Semua itu berawal dari bangkitnya pasukan NEO NAZI yang terus menguat dalam beberapa tahun belakangan ini. Kekuatan mereka meningkat secara pesat seolah rumput yang tumbuh di musim hujan. Tidak pernah ada yang tahu bagaimana caranya mereka bisa membangun kekuatan yang begitu besar dalam sekejap. Hanya dalam hitungan bulan, Neo Nazi sudah mencapai ratusan ribu orang. Banyak ilmuwan yang menduga kekuatan mereka mendapat dukungan dari makhluk angkasa luar, tapi tidak ada satupun yang bisa membuktikan kebenarannya.

Kekuatan Neo Nazi makin tak terbendung ketika mereka berhasil menciptakan sosok makhluk super yang nyaris tak terkalahkan. Makhluk itu sering disebut sebagai DEX, berwujud manusia setengah gorila setinggi hampir dua meter, berbulu warna kecoklatan. Dan pasukan DEX itu sekarang sedang dihadapi oleh para tentara penjaga keamanan.

“Tuhan lindungi kami..” Desis tentara yang sedang berhadapan langsung dengan salah satu DEX. Tapi doa itu teputus di tengah jalan ketika tangan DEX yag kekar bergerak. Jerit kesakitan menggema ke segala penjuru. Dalam sekejap mata pasukan yang tidak seberapa itu tercerai berai. Para DEX mengamuk dengan membabi buta. Sementara pasukan yang masih bisa melawan mencoba menembakkan senjatanya, meskipun tampaknya tidak ada satupun peluru yang bisa melukai tubuh para DEX tersebut. Peluru-peluru itu mental begitu saja ketika betemu dengan kulit mereka seperti membentur dinding baja.

“Mundur..!!” teriak komandan mereka, Mayor Grant, dengan putus asa. Tak perlu dikomando dua kali, para tentara yang tersisa itupun kabur tunggang langgang menyelamatkan diri ke sebuah gedung kosong. Anehnya tidak ada satupun DEX yang mengejar mereka. Ataukah benar begitu? Ternyata tidak. Para DEX itu hanya sekedar menunggu untuk menciptakan teror lebih besar. Sementara di dalam gedung yang sudah rusak itu, para tentara hanya bisa berdoa menunggu maut yang setiap saat bisa datang.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang Mayor?” tanya salah satu anak buah Mayor Grant yang wajahnya terluka parah dan berdarah-darah.

“Berdoa.. semoga ada yang menolong kita..” Mayor Grant menjawab lirih.

“Tapi siapa yang bisa menghadapi mereka?” tanya si anak buah lagi. “Superman sudah gugur, J-League pun mereka hancurkan sampai tak tersisa..”

Mayor Grant menekan rasa takut di hatinya dengan menelan ludah.

“Masih ada Wonder Woman.. semoga dia bisa menolong kita…” jawab Mayor Grant pelan, meski begitu jelas sekali kalau dia ragu-ragu dengan jawabannya sendiri. Dia ingat betul bagaimana para DEX menyerbu dan menghancurkan Justice League, membunuhi anggotanya dan menangkapi mereka yang tersisa. Wonder Woman bisa lolos hanya karena dia tidak ada di tempat pada saat peristiwa menyedihkan itu terjadi.

Ledakan keras membuyarkan pembicaraan mereka. Dinding terakhir yang bisa melindungi mereka meledak berkeping-keping menciptakan lubang besar.

“Mayor..” Si anak buah mencengkeram senapan M 16nya erat-erat. Dia tahu senjata di tangannya tidak berarti apa-apa bagi para DEX itu, tapi dia tidak mau mati tanpa melawan.

“Tahan..” Mayor Grant memberi perintah. Seluruh anak buahnya terheran dengan perintah itu tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Mayor Grant. Selama beberapa menit kedua pihak hanya saling diam dan menunggu.

“Buang senjata kalian..” bisak Mayor Grant pada anak buahnya yang berdiri paling dekat.

“Apa?” si anak buah tidak mengerti. Tapi Mayor Grant berkeras menyuruh anak buahnya menjatuhkan senjata. Sebuah efek yang tidak diduga muncul. Para DEX itu saling berpandangan sejenak. Lalu salah satu dari mereka menggeram sambil menunjuk ke arah lantai.

“Apa yang mereka inginkan..?” tanya anak buah Mayor Grant.

“Mereka ingin kita menyerah dan berlutut..” jawab Mayor Grant. “Sudah kuperhatikan selama ini, para DEX itu hanya membunuh jika kita melawan.”

Anak buah Mayor Grant hanya saling berpandangan dengan keterangan komandannya, tapi mereka akhirnya mengikuti saran Mayor Grant. Mereka meletakkan senjata dan mengangkat tangan di belakang kepala sambil berlutut. Benar ucapan Mayor Grant, para DEX itu tidak lagi menunjukkan keinginan untuk membunuh meskipun mereka masih sama mengerikannya. Beberapa DEX menjulurkan tangannya ke depan dengan telapak tangan terbuka, dan seperti ada lubang membuka di telapak tangan mereka, seutas tali meluncur dari telapak tangan para DEX itu dan membelit para tentara yang menyerah itu dengan erat. Entah terbuat dari bahan apa tali itu tapi tali itu selain kuat juga liat, memudahkan para DEX menggiring tentara-tentara yang kalah itu. Di luar, sesosok tubuh ramping seorang wanita berkostum ketat semacam korset merah berhiaskan logo dua huruf W yang tertumpuk jadi satu berwarna kuning emas dan celana superpendek nyaris menyerupai celana dalam, berwarna biru berhiaskan bintang bintang putih dengan sepatu boot merah, berlutut di depan tumpukan mayat tentara yang bergelimpangan, wajah cantiknya menyiratkan kesedihan dan sekaligus kemarahan yang luar biasa. Air mata mengalir membasahi pipinya yang halus. Wanita cantik berambut hitam panjang itu menengadah melepaskan perasaannya, tiara keemasan berlogo bintang warna merah yang dikenakan di dahinya berkilatan tertimpa cahaya bulan. Secepat kilat wanita cantik itu itu melesat dengan sangat ringan dan berlompatan di tembok-tembok bangunan. Wajahnya yang cantik sekarang tampak begitu marah. Dia melompat ke angkasa dan melayang selama beberapa saat. Wanita cantik itu ternyata bisa mengambang di udara, kemudian dia segera melesat terbang.

Para DEX menggiring tentara-tentara yang terikat menuju ke suatu tempat yang merupakan bekas gedung yang sudah runtuh dan merupakan tanah lapang yang cukup luas, dimana di situ sudah menunggu sebuah pesawat pengangkut dengan logo Swastika putih dalam lingkaran merah, lambang Neo Nazi. Tidak lama kemudian bagian perut pesawat yang berukuran sedang itu membuka ke bawah, menciptakan sebuah pintu tingkap dengan tangga. Seorang pria dengan seragam hijau tentara berjubah merah dan sepatu boot hitam mengilap turun dari pesawat. Wajahnya seram dengan kepala tanpa rambut, kecuali sejumput rambut dengan potongan ala Mohican menghiasi kepalanya. Wajahnya yang hitam makin seram dengan hiasan cambang dan janggut yang tidak terawat. Meski begitu tampaknya wibawa orang itu begitu besar, sampai para DEX yang mengerikan pun tunduk padanya. Terbukti ketika pria itu menatap para DEX, mereka menundukkan wajah.

“Cuma segini hasilnya..?” tanya pria itu dingin. Para DEX diam saja mendengar suara pria itu. Kemudian salah satu dari DEX itu menggeram selama beberapa lama seperti mengajak bicara. Ketika DEX itu menggeram, sebuah suara muncul dari ikat kepala ikat pinggang yang dipakainya, suara yang mirip dengan suara robot.

“Tujuan utama kita bukan untuk itu komandan Hans..” suara robot yang kaku itu menjawab pertanyaan pria yang disebut sebagai Komandan Hans.

“Apa kau yakin dengan siasat aneh itu?” tanya Hans lagi pada DEX yang menjawab pertanyaannya.

“Saya tidak pernah meragukan perintah Der Fuehrer..” jawab DEX tersebut diplomatis.

“Aku juga tidak bermaksud meregukan perintah Der Fuehrer..” jawab Hans buru-buru. “Tapi apakah dia akan masuk pancingan kita dengan begitu mudah?”

“Saya yakin Komandan, kita sudah menghancurkan Justice League, dia pasti akan muncul untuk membalas dendam.” Jawab DEX.

Belum sempat Komandan Hans menjawab, dari udara terdengar suara menderu. Sesosok bayangan melesat dengan kecepatan tinggi menuju ke arah mereka. Seketika suara benturan diiringi cipratan debu melanda tanah lapang itu. Getaran keras menggoyahkan siapa saja yang bisa berdiri. Sesosok tubuh tinggi dan ramping berjalan keluar dari kepulan debu.

“Wonder Woman..” desis Mayor Grant ketika melihat sosok yang berjalan mendekat. Para DEX serentak membalik, hanya dalam sekejap mereka kembali ke sifat asli mereka yang buas.

“Selamat datang Wonder Woman.. Kami sudah menunggumu.” Komandan Hans terlihat sangat tenang dan percaya diri meskipun yang dihadapinya saat itu adalah seorang manusia adikodrati yang memiliki kekuatan super nyaris tanpa tanding.

“Kalian pikir kalian hebat, eh?” tanya Wonder Woman dengan suara bergetar menahan kemarahannya. “Tunggu saja..”

“Tunggu saja apa?” Hans mengejek dengan senyumnya yang menyebalkan. “Kalau kau pikir kau bisa mengalahkan kami, ayo maju dan hadapi kami.”

Wonder Woman menatap Hans dengan penuh kebencian, darahnya seperti mendidih, sebagai superhero, baru kali ini dia menerima penghinaan semacam itu. Tanpa ragu lagi dia melesat menyerbu ke arah Hans, tapi baru beberapa meter, para DEX serentak menghadang.

“DUKK..!!!” Benturan keras diirngi pekik tertahan menggema. Tubuh Wonder Woman terdorong beberapa langkah ke belakang. Dia baru saja berbenturan dengan salah satu DEX yang paling depan. Wonder Woman terkejut mengetahui kekuatan para DEX. Dia baru saja melontarkan sebuah pukulan keras dengan setengah tenaganya, tapi DEX yang menghadangnya tampak tidak terluka sedikitpun, bahkan dia hanya terdorong beberapa langkah.

“Bagaimana Cantik?” Hans yang berdiri beberapa meter terlihat tersenyum mengejek seolah sudah berjaya.

Wonder Woman makin mendidih. Darah Amazoniannya bergolak hebat. Sekali lagi dia menyerang. Kecepatan dan kekuatannya memang hebat, wanita sakti itu bisa bergerak dengan gesit di tengah-tengah kerumunan para DEX yang menghadangnya. Setiap pukulan atau tendangannya berhasil membuat para DEX itu jatuh. Meski begitu tidak ada satupun DEX yang terluka oleh pukulannya, bahkan tiap kali mereka menyentuh tanah, kekuatan mereka seolah menjadi berlipat ganda.

“Kenapa bisa begini?” pikir Wonder Woman. Dia seperti menghadapi pasukan hantu yang selalu bangkit berapa kalipun mereka dipukul mundur. Dan dalam hitungan menit, Wonder Woman merasakan tekanan hebat mulai mengepungnya, sendirian menghadapi pasukan DEX yang luar biasa kuatnya membuat wanita sakti itu kewalahan.

“Gila!” Wonder Woman memaki dalam hati. “Mereka sepertinya juga punya kekuatan super.. Makhluk apa mereka ini?”

Tapi meski terdesak hebat, Wonder Woman tidak pernah takut. Keberaniannya sebagai seorang Amazonian sangat luar biasa. Dia terus melawan meskipun lawan yang dihadapinya seolah makin banyak. Tapi Wonder Woman sadar dia tidak bisa terus menerus begini. Pengalamannya bertempur membuatnya mengubah siasat untuk bertempur sambil mundur dan mencari celah yang tidak diduga. Akhirnya Wonder Woman memutuskan untuk mengubah cara bertempurnya. Dia segera melesat ke udara melepaskan diri dari kepungan para DEX, dalam pikirannya menyerang dari udara akan lebih leluasa ketimbang berduel di tanah.

“Mau kabur eh..?” Teriak Hans pada Wonder Woman yang mengambang sepuluh meter di udara. Dia segera memerintahkan sesuatu pada para DEX. Alangkah kegetnya Wonder Woman ketika dia melihat satu-persatu para DEX itu juga melesat ke udara.

“Mereka bisa terbang?” pekik hati Wonder Woman. Konsentrasinya sesaat pecah melihat kenyataan yang dihadapinya. Dan meski hanya sepersekian detik, kelengahannya itu harus dibayar mahal. Sebuah pukulan keras bersarang di perutnya disusul beberapa pukulan lain yang menghantam tubuhnya bertubi-tubi. Pukulan keras yang diterimanya membuat kesimbangan tubuh Wonder Woman limbung. Tubuh wanita cantik itu kehilangan kekuatan untuk mengambang di udara dan meluncur jatuh. Tapi belum lagi tubuh ramping itu menyentuh tanah, sekali lagi seorang DEX menghantamnya dengan pukulan luar biasa keras membuat Wonder Woman tersuruk jatuh membentur tanah dengan sangat keras. Suara bergedebuk mengerikan terengar saat tubuh wanita super itu membentur tanah dan terbanting beberapa kali.

Wonder Woman merasa tubuhnya hancur seperti baru saja dilindas oleh tank raksasa. Tulang tulangnya serasa patah berantakan. Tubuhnya membentur tanah dengan begitu kerasnya sampai bekas benturannya melesak menciptakan sebuah lubang yang cukup dalam. Wonder Woman merasa kepalanya berputar, pandangannya menjadi buram selama beberapa detik. Dan dalam keadaan setengah sadar itu dia melihat sosok-sosok DEX yang tinggi besar mendekat dan mengepungnya. Tapi keberanian wanita Amazonian itu memang luar biasa. Tidak sedikitpun dia menyerah meski tubuhnya terluka. Dia mencoba bangkit, tapi sekali lagi sebuah pukulan keras menghantamnya tepat di wajah membuatnya kembali tersungkur mencium tanah. Wonder Woman merasa pandangannya berkunang-kunang akibat pukulan keras yang mendarat di wajahnya itu. Antara sadar dan tidak, Wonder Woman merasakan para DEX mengepungnya dan mencekal tangannya dengan sangat kuat.

“Lepaskan..!” Wonder Woman berteriak sambil berusaha meronta, tapi puluhan DEX yang mengepungnya memaksanya berlutut dengan menginjak punggungnya. Wonder Woman tidak mau menyerah begitu saja, tapi sebuah pukulan keras membuat tubuhnya berhenti melakukan perlawanan. Wonder Woman terpaksa berlutut dengan tangan dipuntir ke belakang oleh dua DEX yang memeganginya, sementara satu DEX lain menginjak punggungnya sampai tubuh wanita cantik itu nyaris rata dengan tanah.

“tsk.. tsk.. tsk..” terdengar suara menghina. Hans tahu-tahu sudah berdiri di depan Wonder Woman. “Sudah kubilang bukan Wondie.. Sungguh sebenarnya kau terlalu cantk untuk dipukuli dan dihajar seperti ini..” kata Hans sambil mengangkat dagu Wonder Woman yang nyaris tidak bisa bergerak.

“Bunuh saja aku..” Wonder Woman berkata marah dengan tatapan mata yang mengerikan.

“Tidak.. tidak..” Hans menggeleng. “Aku bukan manusia kejam seperti para DEX itu. Lagipula membunuhmu berarti melawan perintah Der Fuehrer yang ingin mendapatkanmu hidup hidup..”

Wonder Woman tidak tahu apa yang dimaksud oleh Hans, tapi dia melihat ada seringai liar di wajah pria itu. Sebuah seringai aneh yang membuat nalurinya sebagai wanita merinding. Tapi Wonder Woman tidak sempat berkata apa-apa Hans tiba-tiba mencabut sebuah senjata yang mirip pistol perak kecil berujung runcing tipis seperti jarum, lalu Hans menusukkan ujung senjata itu ke leher Wonder Woman. Wonder Woman terpakik kecil merasakan benda runcing itu menembus kulit lehernya dan seperti menembakkan sesuatu ke dalam tubuhnya. Wonder Woman mencoba meronta, tapi tubuhnya yang sudah terluka tidak bisa melawan lagi. Dalam beberapa detik wanita itu merasakan tubuhnya kian lemas dan matanya makin buram. Sesaat kemudian wanita super yang cantik itupun terkulai lemas tak bergerak lagi.

***

Di sebuah pulau rahasia yang tidak terpetakan oleh satelit tercanggih dunia sekalipun, sebelah barat laut Samudera Pasifik, di sanalah NEO NAZI membangun pusat komando mereka. Markas besar mereka dilindungi oleh ribuan sistem pertahanan dan penyamaran paling hebat yang pernah diketahui oleh manusia sehingga membuat lokasinya tidak terdeteksi oleh satelit manapun di dunia ini. Markas besar NEO NAZI terletak di sebuah bukit yang tersamar oleh pepohonan. Bangunan kokoh dengan tembok-temboknya yang berwarna kelabu suram terlihat seperti jamur yang menempel di batang pohon. Gedung utama mereka berbentuk poligonal yang kaku dan tegas dengan bentuk bersegi segi membuat bangunan itu tampak sama sekali kaku dan tidak menarik. Dari luar, gedung utama itu terdiri dari lima lantai, meski jelas sekali kalau di bagian dalamnya, bagian yang berada di dalam perut bukit, terdapat beberapa lantai lagi yang tersembunyi di bawah permukaan tanah. Seorang pria kekar bertampang brutal, dengan rambut cepak dan bercambang lebat, berjalan tergopoh-gopoh menyusuri koridor yang diterangi deretan lampu putih terang. Dia berjalan menuju ke sebuah pintu yang dijaga ketat oleh dua orang pria berseragam hijau botol dengan senjata laras panjang tergenggam erat di tangan. Kedua pengawal penjaga pintu langsung memberi hormat secara sempurna begitu pria itu ada di depan mereka.

“Komandan Ribben.” Salah satu pengawal, yang juga tidak kalah seramnya, dengan wajah hitam terbakar dan memiliki bekas luka gores dalam di wajahnya, menegakkan badan. Pria yang disebut Komandan Ribben itu hanya mengangguk kaku.

“Yang Mulia Death Cross ada di dalam?” tanyanya dingin.

“Ya Komandan.” Jawab pengawal berwajah rusak itu. “Tapi.. beliau sedang menikmati hiburannya untuk hari ini. Harap Anda tunggu sebentar.”

***

Di dalam kamar yang terjaga ketat, sepasang tubuh terlihat sedang bergumul di atas ranjang dalam keadaan telanjang. Pasangan itu terlihat sangat berbeda, yang satu seorang wanita yang sangat cantik dengan tubuh putih mulus, sedang satunya lagi pria yang sudah tua berkepala botak dengan wajah kejam. Desah kenikmatan meluncur dari keduanya. Posisi tubuh si wanita cantik berada di atas. Dia terlihat bersemangat menggerakkan pantatnya turun naik, membuat vaginanya yang menyatu ketat dengan penis si pria terpompa keras.

“Ohh.. Ohh.. Ohh..” wanita cantik itu melenguh-lenguh penuh kenikmatan, sedangkan si pria yang tidak lain adalah Death Cross pimpinan Neo nazi itu hanya terdengar mendengus sesekali saat wanita cantik yang disetubuhinya menggerakkan pantatnya.

”Oohhhh… aaahhhh….” wanita cantik itu mengerang keras, tubuhnya mengejang-ngejang, gelombang orgasme hebat sedang melanda tubuh mulusnya yang kini seperti mengeras. Selama beberapa detik tubuh wanita itu menegang bagai selembar papan sebelum kemudian melemas dan terkulai dalam dekapan Death Cross. Death Cross segera menyuruh wanita cantik itu bangkit dan memerintahkan untuk mengocok penisnya. Death Cross menyuruh wanita itu mendekatkan wajahnya yang cantik ke arah penisnya yang menegang. Lalu.

“Crt… crt… crt… crt…” sperma Death Cross menyembur deras dan muncrat membasahi wajah wanita cantik itu. Wanita cantik itu tampak riang menerima semprotan sperma Death Cross, dia bahkan menjilati cairan kental itu dari penis Death Cross langsung. Tapi tiba-tiba.

Bitch!” Death Cross memaki dan mendorong wanita cantik itu sampai terjengkang dan terguling jatuh dari ranjang. Wanita itu tampak begitu ketakutan dan menangis dengan tatapan bingung.

“Apa.. apa salah saya Tuanku..?” tanyanya dengan suara memelas. “Saya kan sudah mematuhi perintah anda..”

Tapi Death Cross justru makin marah melihat wanita cantik itu menangis. Seketika dia turun dan menjambak rambut panjang kemerahan wanita itu dengan kasar.

“Kau tidak mamuaskan aku!” kata Death Cross kejam sambil melempar wanita itu sampai jatuh terlentang di lantai. Wanita itu makin ketakutan, apalagi saat Death Cross memanggil dua orang anak buahnya yang dengan tergopoh-gopoh masuk.

“Bawa perempuan ini dan siksa dia! Lalu jadikan dia pelacur di Klub! Aku mau setiap hari dia diperkosa empatpuluh kali!” perintah Death Cross dingin seolah sedang memerintah anak buahnya mengepel lantai.

Wanita itu langsung meraung-raung ketakutan dan berlutut di bawah kaki Death Cross, tapi dua anak buah Death Cross segera menyeretnya keluar. Suara wanita itu masih terdengar selama beberapa saat sebelum akhirnya hilang sama sekali. Death Cross terdiam selama beberapa lama. Pikirannya tidak terfokus. Sebuah kenangan masa silam bergerak bagai kabut yang menutupi pandangan. Ingatan Death Cross seolah kembali ke masa kecilnya yang dia lalui dengan penuh kebencian dan kegetiran. Dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang menjadi istri dari penjahat perang terbesar di dunia membuatnya senantiasa dikucilkan dan ditakuti sekaligus dibenci. Tidak ada satupun orang di lingkungannya yang mau menerimanya. Air mata sudah tidak ada artinya karena sudah terlalu sering tertumpah. Death Cross tumbuh menjadi seorang pria yang keras dan kejam. Kematian ibunya membuatnya makin kering dengan kelembutan yang pada akhirnya membuatnya mati rasa terhadap penderitaan orang lain. Death cross kemudian memutuskan untuk melarikan diri ke Amerika dan mengganti namanya menjadi Joseph Braun, menggunakan nama ibunya. Dia tumbuh di lingkungan paling brutal di sudut kumuh Metropolis. Bertahan hidup dengan cara-cara paling keras yang bisa dia lakukan. Hingga akhirnya dia berhasil memecahkan rahasia terbesar yang pernah disimpan oleh ayahnya, harta karun NAZI yang terpendam di sebuah tempat terpencil di pegunungan Alpen. Sejak saat itulah Death Cross kembali mengumpulkan kekuatan NAZI seperti pesan terakhir yang tertulis di buku harian ayahnya.

Dengan harta karun NAZI yang ditemukannya, Death Cross mulai membangun kembali kekuatan NAZI yang terkubur. Dia bahkan berhasil menemukan keturunan dari para petinggi NAZI, diantaranya Frederich Himmler yang merupakan anak dari Heinrich Himmler (1900-1945), komandan tertinggi Schutzstaffel atau Dinas Intelijen NAZI, yang juga konseptor dan komandan Kamp Konsentrasi NAZI yang menewaskan puluhan juta manusia. Ada juga Frank Baumann, yang merupakan anak dari Martin Bormann (1900-1945) Ketua Partai NAZI yang juga tangan kanan Hitler langsung. Dia juga berhasil menemukan Alexander Goebbels, anak Joseph Goebbels (1897-1945) ketua umum departemen propaganda NAZI yang menjadi corong utama ideologi Ultranasionalisme mereka. Masih ada lagi Edgar Göring, anak Hermann Göring (1893-1946) pimpinan angkatan udara Jerman yang merangkap Menteri Ekonomi. Edgar Goring dia temukan meringkuk di penjara Den Haag karena kasus pembobolan ABN Amro Bank. Death Cross juga terbang ke sudut-sudut Eropa untuk mencari kawan seideologi. Hans Frank. Jr, anak dari Hans Frank (1900-1946), Gubernur Jenderal pemerintahan militer NAZI. Frank junior dia temukan menggelandang di sudut kumuh kota Warsawa. Johann Ribben, anak dari Joachim von Ribbentrop (1893-1946), menteri Luar Negeri NAZI dia temukan di Turki sebagai mucikari kelas teri. Rudolf Frick, anak dari menteri Dalam Negeri NAZI Wilhelm Frick (1877-1946) dia temukan di jalanan kota Praha. Oscar Henrich, anak Reinhard Heydrich (1904-1942) Komandan Dewan Keamanan Nasional NAZI ditemukannya di sudut kelam kota Paris, sedangkan Max Schirach, anak dari Baldur von Schirach (1907-1974), ketua hakim militer NAZI, menjadi hacker di Roma.

Sebuah bunyi bel membuyarkan lamunan Death Cross. Seketika dia menyambar pakaiannya dan mengenakannya secara sembarangan. Death Cross mengambil sebuah alat pengendali dan menekan tombol yang ada di situ. Pintu yang terbuat dari bahan logam kokoh terbuka. Komandan Ribben tergesa-gesa masuk.

“Johann.. ” Death Cross mengerutkan keningnya melihat Komandan Ribben berjalan terburu-buru memasuki ruangan. “Ada apa?” Tanya Death Cross pendek sambil membereskan bajunya. Johann yang paham akan kegemaran bosnya sedikit ketakutan meski tampak percaya diri.

“Maaf Yang Mulia..” ujar Johann. Dia lalu berbisik kea rah telinga kanan bosnya itu. Sedetik kemudian wajah Death Cross langsung berubah berseri-seri dan penuh kemenangan.

“Dat es gud…!” kata Death Cross dengan suara penuh kegembiraan. “Di mana dia sekarang?”

“Dia ada di tempat yang sudah disiapkan Yang Mulia.” Jawab Johann dengan senyum tidak kalah senangnya.

“Bagus..” kata Death Cross kalem. “Raus…” katanya menyuruh Johann pergi. Dan tanpa diperintah dua kali, Johann langsung ngeloyor pergi.

“Kau boleh menikmatinya setelah aku selesai dengannya…” kata Death Cross kemudian, membuat Johann menoleh dan tersenyum cerah.

***

Wonder Woman membuka matanya, pandangannya terasa berkunang-kunang dan buram selama beberapa detik. Kesadarannya belum pulih sepenuhnya, tubuhnya terasa sakit sekali. Wonder Woman tidak tahu berapa lama dia pingsan. Dia hanya ingat kalau dirinya baru saja dikalahkan untuk pertama kali sepanjang hidupnya.

“Di mana aku..?” kata Wonder Woman lemah sambil menoleh ke segala arah.

Dia merasa ada yang aneh dengan posisi tubuhnya. Ketika kesadarannya pulih sepenuhnya barulah dia tahu kalau posisi tubuhnya saat ini tengah terbelenggu pada sebuah cakram logam padat dan sangat tebal dengan empat buah lengan yang mencuat ke empat penjuru. Cakram itu disangga oleh sebatang logam kokoh yang menancap ke lantai. Dan di cakram itulah Wonder Woman terbelenggu erat. Empat buah gelang logam setebal hampir sepuluh senti masing-masing mengunci pergelangan kaki dan tangannya dengan erat membuat wanita super itu nyaris tidak dapat bergerak. Tubuhnya seperti terentang ke empat arah yang berbeda seperti huruf X. Sebuah logam tipis lebar yang terhubung dengan beberapa helai kabel mengalungi lehernya yang jenjang dengan ketat. Wonder Woman mencoba meronta untuk mematahkan belenggu logam yang mengunci pergelangan tangan dan kakinya, tapi meski berusaha sekuat tenaga, belenggu itu tetap tidak tergoyahkan.

“Ohh.. Kenapa ini..?” Wonder Woman berkata gugup. Untuk pertama kali sepanjang hidupnya dia merasa cemas. Berkali-kali dia berusaha mematahkan belenggu logam itu tapi tidak berhasil. Sebagian tenaganya seolah hilang. Wonder Woman tidak menyadari pengaruh suntikan yang ditusukkan ke lehernya oleh Komandan Hanslah yang menghilangkan sebagian tenaga supernya.

Wonder Woman mencoba tenang sambil memandang ke segala arah. Dia berada di sebuah ruangan besar yang seluruh dindingnya terbuat dari logam warna perak kusam. Di sebelah kanan dan kirinya terdapat deretan layar monitor LCD yang menempel di tembok dan beberapa diagram tubuh manusia. Ada sebuah meja panjang, juga terbuat dari logam, yang diatasnya terdapat benda-benda aneh seperti senjata tajam. Ada juga deretan alat seperti yang pernah dipakai oleh Hans di sebuah lemari kaca. Wonder Woman menduga dirinya berada di sebuah laboratorium percobaan atau semacamnya. Tidak ada jendela di ruangan itu, hanya ada sebuah pintu berbentuk trapesium tepat di hadapannya. Sementara Wonder Woman memperhatikan posisi tubuhnya yang terbelenggu berada sekitar tigapuluh senti dari lantai. Ruangan itu sangat dingin oleh udara AC yang disetel dengan suhu rendah. Wonder Woman merasa sedikit kedinginan, apalagi dengan pakaian minim yang dikenakannya. Bau freon bercampur pengharum ruangan tercium samar.

“Di mana ini..?” Wonder Woman memandang ke sekeliling. Terasa sepi sekali, tidak ada suara sedikitpun di ruangan itu seolah ruangan itu dibuat kedap suara membuat telinga Wonder Woman sedikit berdengung.

“Kau ada di markasku Wonder Woman..” terdengar suara menggema. Wonder Woman menoleh mencari-cari asal suara itu, tapi tidak ada siapapun kecuali dirinya di ruangan itu. Suara itu sendiri berasal dari pengeras suara yang dipasang di atap.

“Siapa kau?” Wonder Woman berteriak lantang. “Tunjukkan dirimu..”

“Wonder Woman .. Wonder Woman.. kau memang cantik meski sedang marah..” suara itu berkata lagi. “Tidak perlu berteriak-teriak seperti itu.. Aku pasti datang untukmu.”

Wonder Woman merinding mendengar suara itu, seolah ada getaran aneh yang merayapi hatinya. Tiba-tiba pintu di depannya membuka ke samping. Seorang pria masuk ke ruangan. Berseragam warna biru gelap dengan jubah juga biru gelap, sepatu bootnya yang tinggi berkilau tertimpa cahaya lampu. Logo NAZI tertempel di dada kirinya. Pria itu berkulit gelap dan tegap meski sudah tua. Umurnya jelas terlihat dari wajahnya sudah diatas 60 tahun. Wajahnya berkerut-kerut meski tampak masih kuat dan gagah. Wajah itu terlihat dingin dan memancarkan kekejaman dengan sorot mata yang angkuh. Berkepala licin, janggut dan kumisnya yang kelabu tertata rapi dan menyatu.

“Kau.. kau..” Wonder Woman terkejut bukan kepalang.

“Yeah.. ini aku.. Death Cross, atau untukmu, kau boleh menyebutku dengan nama asliku, Joseph Hiedler…”

“Hiedler..” Wonder Woman terperangah sesaat. “Jadi kau…”

Der Fuehrer..” jawab pria yang mengaku bernama Death Cross atau Joseph Hiedler itu. “Dan Adolf Hitler adalah ayahku..”

“Kau.. ” Wonder Woman tidak bisa berkata apa-apa saking marahnya. Di hadapannya sekarang berdiri manusia yang bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi di dunia ini selama lima tahun terakhir, yang menyebabkan ribuan orang mati dan ribuan lainnya hilang entah ke mana.

“Kau manusia paling menjijikkan yang pernah hidup..” Wonder Woman berkata sengit. Dia berusaha kembali untuk membebaskan diri, tapi kali ini ada reaksi yang membuat wanita super itu kesakitan. Gelang yang dipasang di lehernya bergetar dan mengeluarkan desisan keras.

“AHHKK!!!! OOHHHH!!” Wonder Woman menjerit kesakitan, lehernya seperti ditusuk oleh ribuan paku dan dipanggang oleh api yang sangat panas. Sebuah sengatan listrik puluhan ribu volt mendera lehernya membuat wanita super itu sangat kesakitan.

“Aku tahu kau memang kuat Wondie.. tapi kau tidak kebal dan bisa merasakan sakit..” kata Death Cross sambari tersenyum. Dia seolah merasa mendapat hiburan melihat wanita cantik di hadapannya itu menggeliat dan menjerit kesakitan.

“Lihat saja sampai seberapa kuat kau bisa bertahan Sayangku..” tambah Death Cross ketika melihat Wonder Woman yang menggeliat menahan rasa sakit. Baru setelah hampir satu menit rasa sakit itu mendera, sedetik berikutnya sengatan listrik itu lenyap begitu saja dan seketika itu pula tubuh Wonder Woman yang tadinya menggeliat dan mengejang kembali melemas. Wanita super itu terengah-engah setelah berjuang menahan rasa sakit, seketika keringat bercucuran membasahi tubuhnya yang mulus meskipun ruangan itu cukup dingin.

“Cukup dulu.. istirahat sebentar..” kata Death Cross kalem sambil menatap Wonder Woman yang terengah-engah. “Bagaimana? Suka?” tanya Death Cross mengejek.

“Manusia busuk..!” Wonder Woman menggeram. Seketika itu pula sengatan listrik kembali menyerangnya membuatnya kembali menjerit kesakitan.

“OHKK…!!! AHH…!!” tubuh Wonder Woman kembali menyentak-nyentak dan mengejang-ngejang merasakan penderitaan yang luar biasa yang menyerang tubuhnya. Kepalanya seperti dihantam palu godam dan tubuhnya serasa ditusuk-tusuk ribuan paku. Kali ini sengatan listrik yang menyerangnya berlangsung lebih lama, membuat wanita cantik itu makin menderita.

“Ohh…” Wonder Woman kembali melemas ketika akhirnya sengatan listrik berhenti. Wonder Woman merasa tubuhnya sakit seperti baru saja diinjak-injak gajah. Seluruh pori-porinya seperti akan meledak menghancurkan sekujur kulit tubuhnya. Dia memang kuat, tapi sengatan listrik yang dialaminya membuatnya sangat kesakitan, dan tampaknya Death Cross tahu persis hal itu.

Hanya beberapa detik saja Wonder Woman terbebas dari deraan rasa sakit, berikutnya dia kembali merasakan penderitaan yang luar biasa hebatnya melanda tubuhnya. Entah berapa puluh ribu atau berapa ratus ribu volt listrik yang menyengatnya, Wonder Woman merasakan sengatan listrik itu seolah mencekik lehernya. Nafasnya seperti terhenti setiap kali sengatan listrik menyiksanya. Death Cross sepertinya tahu apa yang harus dia lakukan untuk menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat, bahkan untuk ukuran seorang manusia super seperti Wonder Woman. Siksaan itu berlangsung berulang-ulang membuat Wonder Woman benar-benar tidak sanggup lagi menahannya. Meski begitu, kekuatan super yang dimilikinya memang bisa mencegahnya dari kerusakan fisik lebih besar dibanding manusia normal karena jika seorang manusia biasa, seberapapun kuatnya dia, menerima siksaan sebesar itu pastilah sudah tewas sejak awal..

“Kau memang sangat hebat Wondie..” Death Cross berkata sambil tertawa pelan melihat Wonder Woman yang terengah-engah. “Kalau manusia biasa pasti sudah gosong oleh sengatan listrik sebesar itu.. tapi kau.. tsk.. tsk.. tsk..”

“Keparat! Lepaskan aku dan mari kita bertarung secara ksatria!” Wonder Woman membentak dengan garang. Tapi Death Cross hanya tertawa terbahak.

“Kita pasti akan bertarung Sayangku.. tapi bukan bertarung seperti itu..” Death Cross berkata dengan nada mengejek. Dia lalu mengambil sebuah alat komunikasi mirip telepon genggam dari pinggangnya. “Bawa dia ke tempatnya!”

Wonder Woman menatap Death Cross dengan tatapan geram sekaligus bingung, bertanya-tanya siapa yang dimaksud oleh pimpinan tertinggi NEO NAZI itu.

“Kita lihat Wondie, apakah kau masih bisa searogan sekarang kalau sudah melihat yang satu ini…” kata Death Cross sambil menekan bebrapa tombol pada alat di tangannya. Wonder Woman merasa tubuhnya berputar, rupanya tiang tempatnya dibelenggu bisa berputar ke arah berlawanan, sehingga sekarang wanita super hero yang jelita itu menghadap ke tembok kosong yang tadinya di belakangnya.

“Dan lihat yang ini.” Kata Death Cross sambil menekan beberapa tombol lagi. Tembok baja yang ada di hadapan Wonder Woman seperti terbelah dan bergeser ke samping, membuat ruangan yang tadinya tidak terlihat menjadi terlihat. Dan tepat di hadapan Wonder Woman, sebuah tiang pancang yang sama persis dengan tempatnya terbelenggu berdiri kokoh. Di situ, dengan posisi yang sama persisi dengan Wonder Woman, terbelenggu seorang wanita berusia sekitar 20 tahun yang sangat cantik berambut panjang ikal kecokelatan. Tangan dan kaki wanita itu terentang ke empat arah yang berbeda, terbelenggu oleh logam kokoh, sama persis seperti posisi Wonder Woman, dengan mulut tersumbat oleh plester. Yang menyedihkan, wanita cantik itu hanya mengenakan pakaian dalam saja, menampakkan tubuhnya yang putih mulus dan ramping berisi. Mata wanita itu terlihat sembab karena menangis, air mata masih mengalir di pipinya.

“Mary..!” Wonder Woman tersentak kaget melihat siapa wanita itu. Mary Prince, yan tidak lain adalah keluarga angkatnya selama tinggal di Metropolis. Keluarga Prince adalah keluarga yang paling dicintainya di luar Paradise Island. Mary sendiri tidak kalah terkejutnya melihat keadaan Wonder Woman yang tidak berdaya dalam cengkeraman Death Cross. Dia meronta mencoba melepaskan diri, tapi dia bukanlah manusia super, kekuatannya tidak akan mungkin bisa mematahkan logam yang megikat tangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar